Kamis, 01 Desember 2016

Hukum, Hakim, Jaksa Tunduk Pada Bupati Nganjuk & Istrinya Yang Menjabat Sekretaris Kabupaten Jombang ?

Hukum, Hakim, Jaksa Tunduk Pada Bupati Nganjuk & Istrinya Yang Menjabat Sekretaris Kabupaten Jombang ?
Istri Bupati Nganjuk Diduga Kuat Ikut Terlibat
Mengikuti proses persidangan kasus korupsi batik kabupaten Nganjuk propinsi Jawa Timur di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) Surabaya, yang menyidangkan terdakwa Masduki, mantan sekretaris kabupaten Nganjuk derkas tersebut bernomor perkara 166/Pid.Sus/TPK/2016/PN.SBY dan terdakwa lain dalam kasus sama yang disidangkan secara terpisah adalah Sunartoyo selaku Dirut PT Delta Inti Sejahtera yang disebut jaksa melakukan pengadaan kain batik., terasa aroma ketidak-wajaran yang sangat kental.

Melihat hal tersebut, LSM Hargobayu Nganjuk melaporkan berbagai kejanggalan tersebut kepada lembaga yang berwenang seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, KPK serta beberapa lembaga negara yang lain.

Joko Waristo sebagai pembina LSM Hargobayu menerangkan kepada wartawan tentang beberapa keanehan yang terjadi, diantaranya ialah dalam persidangan terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tentang peran dan keterlibatan bupati Nganjuk Taufiqurahman dan istrinya Ita Tribawati yang juga merupakan pejabat sekretaris kabupaten Jombang. Bahkan disebutkan dalam dakwaan JPU bahwa bupati nganjuk mendapat Rp. 500 juta

Dalam dakwaan JPU disebutkan bahwa inisiatif pengadaan kain batik pada APBD 2015 tersebut adalah bupati Nganjuk selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nganjuk melalui hubungan telepon memerintahkan Bambang Eko Suharto selaku Kepala Bappeda yang juga sebagai Sekretaris TPAD, menyisipkan memasukkan anggaran belanja kain batik ke APBD 2015.

Perintah bupati itu kemudian oleh Bambang Eko disampaikan ke terdakwa selaku Ketua TPAD, juga kepada Mukhasanah selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk.

Berdasar perintah bupati, terdakwa bersama Bambang Eko memasukkan atau menyisipkan alokasi anggaran belanja pakaian batik tradisional sebesar Rp 6,262 miliar ke APBD 2015 dan mendapat pengesahan dari DPRD Kabupaten Nganjuk.

Jaksa dalam dakwaan menyebut, perbuatan bupati bersama-sama terdakwa selaku Sekda yang dengan sengaja memasukkan/menyisipkan anggaran belanja kain batik serta menggeser rincian objek anggaran yang tidak sesuai dengan Nota Kesepakatan antara Pemkab Nganjuk dan DPRD Nganjuk itu melawan hukum.

Bahkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut surat dakwaan JPU, dari nilai kontrak sebesar Rp 6,050 miliar sekitar Rp 3,286 miliar dijadikan bancakan rekanan dan pejabat, yaitu Sunartoyo cs Rp 2,76 miliar, Bupati Taufiqurahman Rp 500 juta dan terdakwa Masduqi Rp 20 juta (http://surabaya.tribunnews.com/2016/09/08/bupati-nganjuk-disebut-dalam-dakwaan-kasus-korupsi-begini-uraiannya)

Dalam dakwaan JPU selain nama bupati Nganjuk,  disebutkan juga beberapa nama di antaranya istri Bupati Nganjuk Ita Triwibawati. Namun, dugaan keterlibatan Istri bupati yang juga menjabat sebagai Sekda Jombang itu belum disebutkan dengan jelas (http://www.beritametro.news/nganjuk/istri-bupati-nganjuk-diduga-kuat-ikut-terlibat)

"Yang janggal adalah, dalam surat dakwaan JPU disebut bupati Nganjuk bersama2 para terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum, ternyata sama sekali tidak pernah diperiksa oleh kejaksaan dan hakim pengadilan tipikor yang menyidangkan kasus ini juga terlihat tidak ada upaya untuk menghadirkannya didepan sidang untuk dimintai keterangan", kata Joko.

"Secara hukum kan jelas bahwa jika dalam dakwaan disebut dalam kata2 'bersama2' apalagi disebut sebagai pihak yang berperan aktif, tentunya perbuatan para terdakwa tidak akan terlaksana jika tidak ada peran aktif dari bupati Nganjuk. Kenapa sama sekali tidak pernah diperiksa sebagai saksi atau sebagai tersangka?" tambahnya.

Lebih lanjut Joko menuturkan, yang tampak mencolok adalah pada pemeriksaan terdakwa Masduki, dimana Ita Tribawati yang merupakan istri bupati Nganjuk telah dipanggil oleh JPU bahkan sampai tiga kali surat panggilan diberikan, untuk dimintai keterangan sebagai saksi di sidang pengadilan tipikor Surabaya. Tapi dengan santainya sekretaris kabupaten Jombang itu mengacuhkan panggilan itu dan tidak mau hadir alias mangkir tanpa memberikan alasan apapun.

Herannya, lembaga kejaksaan dan lembaga pengadilan tipikor yang terkesan dilecehkan oleh istri bupati Nganjuk itu malah diam saja dan terkesan takut, lalu melanjutkan saja proses pengadilan tanpa memerlukan lagui kehadiran Ita untuk dimintai keterangan didepan sidang pengadilan tipikor.

Padahal lembaga kejaksaan dan lembaga pengadilan tipikor mempunyai wewenang untuk menghadirkan seseorang secara paksa untuk memberikan keterangan, apalagi seseorang itu secara jelas disebut sebagai pihak yang terlibat suatu perbuatan melawan hukum dalam surat dakwaan.

"Heran kan? lembaga kejaksaan dan lembaga pengadilan tipikor terkesan sudah dilecehkan, tetapi diam saja, dan sidang tetap dilanjutkan pada proses berikutnya" tutur Joko.

Karena lembaga kejaksaan & lembaga pengadilan tipikor terkesan takut, maka pada pemeriksaan terdakwa Sunartoyo, lagi2 Ita tanpa ragu mangkir dengan tidak memberikan alasan apapun,  saat dipanggil untuk memberikan keterangan di sidang pengadilan tipikor.

"Ada apa ini?, kok hukum, hakim, jaksa terkesan takluk dan tunduk pada bupati Nganjuk dan istrinya?" tanya Joko.

LSM Hargobayu berharap lembaga2 yang berkompeten untuk mengawasi pengusutan secara tuntas masalah ini, agar negara tidak kalah dan tunduk pada koruptor yang merasa mempunyai power diatas negara.

Sementara itu Istri bupati Nganjuk, Ita Tribawati ketika dihubungi ponselnya 082332121212 belum bersedia menanggapi masalah ini



Rabu, 30 November 2016

Koruptor UPS DKI Jakarta Terindikasi Juga Menjarah Uang Negara di UINSA Surabaya

Koruptor UPS DKI Jakarta Terindikasi Juga Menjarah Uang Negara di UINSA Surabaya
Foto: Adek Dwi Putranto, Direktur CV Parameswara pemasok barang UPS DKI Jakarta & UINSA Surabaya

FITRA - Federasi Transparansi Anggaran melaporkan adanya dugaan korupsi di Universitas Sunan Ampel Surabaya (UINSA) ke kantor Kejaksaan Negeri Surabaya, Jalan Raya Sukomanunggal 1 kota Surabaya.

Yang dilaporkan Fitra adalah Pengadaan Media Pembelajaran Berbasis ICT IAIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) dengan kode lelang 1838170 senilai Rp 1.985.034.000,00 dengan penyedia CV Parameswara yang beralamat di Jl. Rungkut Harapan D/23 - Surabaya.

Menurut Fadli ketua Fitra Surabaya, kasus ini tampaknya kecil, akan tetapi jika dicermati sangatlah menarik. Karena para pelakunya diduga adalah sindikat koruptor yang massif, terencana & terorganisir, yakni orang2 dan perusahaan2 yang terlibat dalam kasus korupsi UPS (Uninterruptible Power Supply) DKI Jakarta.

"Bisa dilihat orang2, perusahaan2 mulai vendor, distributor dan pemasok barang adalah sindikat yang sama yang terlibat dalam kasus korupsi UPS DKI Jakarta", kata Fadli.

Fitra berharap agar Kejaksaan Negeri Surabaya bisa membongkar kasus ini, karena bisa jadi sindikat koruptor itu bukan hanya menjarah uang negara dalam satu kasus pengadaan ini saja di di UINSA.

"Sementara ini di UINSA baru berhasil kami temukan satu kasus ini, karena sangat mencolok. Dimana barang2 yang dikirim ternyata tidak bisa berfungsi, karena ada indikasi markup harga dan barang yang dikirim kualitasnya kurang bagus tapi harganya jauh lebih mahal daripada barang yang kualitasnya baik di pasaran", tutur Fadli.

" Kami yakin bahwa aparat kejaksaan dengan kewenangan dan kemampuannya bisa membongkar perbuatan sindikat koruptor ini di UINSA. Karena saat kami mulai menemukan kasus ini, para pihak yang terlibat langsung menutup diri dan mencoba menghilangkan jejak. Dan kami tidak mempunyai kewenangan untuk meminta data lebih lanjut", ujarnya.

Sementara itu Adek Dwi Putranto direktur CV Parameswara ketika dihubungi ponselnya 081330003490 belum memberi tanggapan, sedangkan Harry Lo selaku pemilik perusahaan yang diduga memberi barang pada CV Parameswara untuk UINSA Surabaya, tidak bisa dihubungi, karena saat ini yang bersangkutan ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi UPS DKI dan ditahan oleh Bareskrim Mabes Polri.




Ingin Jokowi Lengser, Bintang: Alhamdulillah Ada Kasus Al Maidah

Ingin Jokowi Lengser, Bintang: Alhamdulillah Ada Kasus Al Maidah
Sri Bintang Pamungkas [suara.com/Dian Rosmala]
Aktivis Sri Bintang Pamungkas tetap menggalang dukungan untuk mendesak MPR menggelar sidang istimewa untuk mencabut mandat Presiden Joko Widodo. Bintang mengaku sudah mendapat dukungan dari sejumlah kelompok.

"Kita akan bersekutu dengan kelompok-kelompok lain, karena kelompok ini bukan satu-satunya",  kata Bintang di Rumah Kedaulatan Rakyat, Jalan Guntur 49, Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2016).

Bintang menambahkan dia dan sejumlah kelompok yang telah sinergi dengan gerakannya sejak lama bersepakat terjadi pergantian rezim.

Bintang mengakui pergerakannya selama ini belum banyak. Itu sebabnya, dia sangat beruntung setelah mendapatkan pintu masuk lewat Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kepleset lidah dengan menyebut Al Maidah ayat 51. Kasus tersebut kemudian memunculkan gelombang demonstrasi yang puncaknya pada 4 November 2016.

"Sampai dengan hari kemarin memang belum banyak yang bisa kita lakukan, khususnya pengerahan massa. Tapi alhamdulillah kemudian muncul masalah Al Maidah 51," tutur Bintang

"Dan ternyata kemudian apa yang kita inginkan dengan massa itu terjadi, seperti kita ketahui pada 4 November 2016," Bintang menambahkan.

Ada tiga tuntutan Bintang dan kelompoknya lewat gerakan yang disebutnya people power Indonesia.

"Tuntutan kita dari people power yang sudah kita sampaikan juga kepada Kapolri, juga kepada MPR, pertama, di dalam kerangka sidang istimewa MPR itu adalah, satu kembali ke UUD 45 asli, dua, cabut mandat Jokowi-JK dan tiga adalah membentuk pemerintah transisi," kata Bintang.

Bintang mengklaim apa yang dia perjuangan bersama kelompoknya sama halnya saat pencabutan mandat Soekarno sebagai Presiden RI. Menurut Bintng langkah ini tidak melanggar ketentuan hukum.

"Apa yang kita sampaikan ini adalah sebuah preseden tahun 1967 ketika sidang istimewa MPRS, waktu itu dibuka tanggal 7 Maret sampai 11 Maret, isinya sama tahun 1967 Bung Karno dicabut mandatnya diganti dengan Pak Harto sebagai pejabat Presiden dan ketua presidium kabinet Ampera," tutur Bintang.



Jenderal Gatot Sindir Ustad Online, Kampus Jadi Heboh

Jenderal Gatot Sindir Ustad Online, Kampus Jadi Heboh
Jenderal Gatot Sindir Ustad Online, Kampus Jadi Heboh  
Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo menyindir maraknya keberadaan ustad-ustad yang bertebaran di media sosial. Gatot, yang menyebut model ini sebagai ustad online, menganggap keberadaan mereka berbahaya.

"Ini sangat bahaya bagi muslim Indonesia, bahaya karena banyak ustad sosmed," kata Gatot blakblakan dalam Kuliah Kebangsaan di Auditorium Harun Nasution, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Selasa, 29 November 2016

Gatot menganggap fenomena ustad di media sosial ini memprihatinkan. Sebab, kebanyakan ustad itu tidak memiliki basis ilmu agama. "Mereka ini yang tak punya ilmu agama, tapi kelihatan jago karena beraninya muncul di sosmed saja

Tak hanya itu, Jenderal Gatot Nurmantyo menilai ustad di media sosial tersebut juga pandai menyitir ayat-ayat kitab suci yang diunggah untuk sekadar mencari popularitas. "Ini yang berbahaya," ujar Gatot.

"Tidak perlu kuliah, yang penting buka Internet, dengan bahasa sejuk, adinda, kakanda, menyitir ayat-ayat Al-Quran, diambil saja, dikirim, lalu jadi top," tutur Gatot, yang disambut tawa dan tepuk tangan ribuan peserta kuliah.

Sekitar 2.000 orang menghadiri Kuliah Kebangsaan itu. Dalam kuliah itu, Gatot mengajak peserta mengidentifikasi berbagai ancaman ketahanan Indonesia yang datang dari berbagai dunia, seperti narkoba, terorisme, energi, dan keamanan teritorial seperti Laut Cina Selatan.

Rektor UIN, Dedi Rosyada, mengingatkan peran Islam sebagai pilar tertinggi menjaga kebinekaan. Lembaga pendidikan, kata dia, penting sebagai institusi mempererat persatuan. "Kami menyadari bahwa lembaga pendidikan yang menjadi andalan untuk mempererat persatuan tidak bisa diabaikan," ucapnya.