Minggu, 23 Mei 2021

Seknas Jokowi Kritik Emil Dardak, Seharusnya Berani Larang Khofifah Rayakan HUT

Seknas Jokowi Kritik Emil Dardak, Seharusnya Berani Larang Khofifah Rayakan HUT

Seknas Jokowi: Bantahan Khofifah Tentang Kerumunan di Pesta Ulang Tahunnya  Adalah Contoh Berkelit Yang Tidak Baik

Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi menanggapi klarifikasi yang diberikan oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa terkait adanya kerumunan pada pesta perayaan hari ulang tahun (HUT) nya ke 56 yang diselenggarakan di rumah dinas Gedung Negara Grahadi Surabaya pada Rabu (19/5/2021).

Dalam pembelaan dirinya melalui akun twitter @JatimPemprov, Khofifah menyatakan bahwa acara tersebut semua persiapan adalah tanpa sepengetahuan dirinya. Khofifah malah menuding bahwa berita yang muncul cenderung tidak faktual dan tidak obyektif.

Selain itu Khofifah juga menyatakan bahwa yang hadir dalam acara tersebut tidak lebih dari 50 orang, dan Gubenur Jatim ini membantah bahwa pihaknya tidak memperhatikan protokol kesehatan dan menyatakan bahwa video yang beredar adalah sama sekali tidak benar.

Menurut Seknas Jokowi, bantahan Khofifah ini malah menunjukan bahwa ada pejabat membuat aturan tentang protokol kesehatan tapi dilanggar sendiri, karena jelas dalam video perayaan ulang tahun Khofifah itu ada kerumunan massa.

Sapto Raharjanto, ketua Seknas Jokowi Jatim menyatakan bahwa di masa situasi pandemi dimana masyarakat hidup dalam kondisi prihatin baik dari sisi ekonomi mau kesehatan, harusnya pemimpin memberi contoh yang baik, seperti tidak menggelar pesta ulang tahun seperti itu, apalagi di tengah situasi pandemi covid 19 ini, dimana pemerintah tegas melarang adanya kerumunan massa, tapi kenapa Gubernur Jatim memberi contoh yang kurang bagus seperti ini.

Menurut Sapto, logikanya kalau acara ini digelar dengan spontan, kenapa diadakan di gedung negara grahadi, yang jelas jelas memiliki standart protokol kenegaraan. Apalagi acara tersebut dilaksanakan di bagian rumah dinas Gubernur, sulit dipercaya jika Gubernur menyatakan bahwa tidak tahu acara tersebut dimana persiapan sudah dilakukan sedemikian rupa.

"Acara pesta ulang tahun Gubernur Jawa Timur tersebut seperti telah dipersiapkan sedemikian rupa, termasuk hadirnya para undangan,ada catering yang sudah dipersiapkan, termasuk hadirnya artis nasional Katon Bagaskara" kata Sapto, Senin (24/5/2021).

Seknas Jokowi Jatim meminta Khofifah agar melihat contoh yang diberikan presiden Joko Widodo yang menurut sepengetahuan Sapto, belum pernah mengadakan pesta perayaan ulang tahun, apalagi di dalam situasi pandemi seperti ini, dimana banyak masyarakat yang masih kesulitan di dalam sisi perekonomian, banyaknya PHK, banyaknya para pelaku UMKM yang gulung tikar sebagai imbas dari pandemi Covid-19.

"Oleh karenanya kami menyayangkan, kenapa masih ada saja pejabat yang menggelar acara pesta perayaan ulang tahun seperti ini, yang bagi kami sungguh mengusik rasa keadilan,"  sesalnya.

Seknas Jokowi jatim juga megkritik keras Wakil Gubernur Jatim Elestianto Dardak yang menghadiri acara tersebut. meskipun tidak ikut membuat pesta untuk merayakan ulang tahunnya karena tanggal kelahirannya berbeda dengan Gubernur Khofifah.

Seharusnya Emil berani untuk tidak mematuhi perintah agar hadir dalam acara atau berinisiatif melarang diselenggarakannya pesta perayaan ulang tahun Gubernur dan harus berani mengingatkan Khofifah agar tidak membuat acara pesta perayaan di masa pandemi yang rawan menimbulkan terjadinya kerumunan massa.
"Meski Emil tidak membuat acara perayaan ulang tahunnya, karena tanggal lahirnya berbeda dengan Khofifah, seharusnya Emil harus melarang diselenggarakannya acara tersebut dan berani mengingatkan Khofifah. Atau Emil harus berani tidak datang, meski ada perintah untuk hadir dalam acara pesta tersebut," pungkasnya.

Selain itu, klarifikasi dari Khofifah melalui akun @JatimPemprov itu menuai banyak tanggapan minor dari kalangan netizen. Seperti @NasiruddinMA235 yang menulis "anak kecil aja tau, jumlah pengunjungnya lebih dari 50".
Sedangkan @mammotioyes88 menulis "aku sesuk gawe acara ra sepengetahuanku (saya besok bikin acara tanpa sepengetahuanku)".

Seknas Jokowi Jatim
Sapto Raharjanto
HP/WA: 082141751575

Minggu, 09 Mei 2021

Seruan Moral Gerakan Pembumian Pancasila Terkait Putusan MA Yang Batalkan SKB 3 Menteri

Seruan Moral Gerakan Pembumian Pancasila Terkait Putusan MA Yang Batalkan SKB 3 Menteri

Seruan Moral Gerakan Pembumian Pancasila Terkait Putusan MA Yang Batalkan  SKB 3 Menteri

Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP-GPP) menghormati Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag): SKB Nomor 2/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dr Anton Manurung Ketua Umum DPP GPP menyatakan bahwa sehubungan dengan Putusan pengabulan pembatalan SKB 3 Menteri tersebut, terkait perkara  nomor 17 P/HUM/2021, terutama dikaitkan dengan berbagai permasalahan bangsa, khususnya deideologisasi Pancasila dengan semakin tergerus nilai-nilai kebangsaan bernafas Pancasila, maka DPP GPP menyampaikan pokok-pokok pemikiran sebagai manifestasi Seruan Moral Pancasila bagi seluruh pemangku kepentingan di negeri ini :

1.Pancasila adalah sumber dari segala sumber tertib hukum di Indonesia. Oleh karenanya, semua perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan pemerintah daerah, dan produk hukum lainnya harus bersumber kepada jiwa dan roh yang ada di dalam Pancasila. Produk hukum yang dibuat di Indonesia tidak boleh menafikan pesan-pesan dasar yang ada di dalam Pancasila, yaitu Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan.

2.Dalam kehidupan berbangsa, Pancasila bukan hanya menjadi Dasar Negara saja, tetapi juga menjadi ideologi dan spiritualitas bangsa, rumah bersama seluruh komponen bangsa. Pancasila mengayomi kebhinnekaan dan keberagaman di Indonesia. Sebuah Putusan Hukum yang menafikan nilai-nilai Pancasila sebagai kekuatan yang mengayomi bangsa Indonesia hendaknya ditinjau ulang dan bahkan dibatalkan.

3.Basis putusan MA tersebut di atas lebih berdasarkan pertimbangan secara 'legal formalistis' dan mengesampingkan substansi permasalahan sebenarnya yang lebih mendasar yaitu mengenai keluhuran dan kearifan nilai Pancasila, wawasan kebangsaan, dan hak asasi manusia, khususnya terkait kebebasan beragama.

4.Sesuai dengan hakikat otonomi daerah dalam mana mengenai hal agama merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka kami memandang mengenai pengaturan yang menyangkut keagamaan merupakan kewenangan pemerintah (pusat) melalui Kementerian Agama RI untuk menetapkannya. Demikian halnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI berkewajiban menumbuhkan dan menjaga semangat kebhinnekaan, toleransi, moderasi bergama, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi dunia pendidikan (siswa, guru, dan tenaga kependidikan), terutama untuk mengekspresikan iman, keyakinan, dan kepercayaan di lingkungan sekolah negeri.

5.Pemerintah dan DPR segera merevisi sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijadikan dasar MA membatalkan SKB tiga Menteri tersebut. UU yang baru harus memberi kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk urusan tata kelola sekolah negeri, termasuk pengaturan penggunaan pakaian seragam, dan atribut peserta didik demi menjamin terpenuhinya hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I, Pasal 28J dan Pasal 29 UUD Hasil Amandemen.

Oleh karenanya dalam seruan moral DPP GPP yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPP GPP Dr Anton Manurung dan Sekretris Jenderal Dr Bondan Kanumoyoso, patut ditelaah apakah Putusan MA di atas semakin mendekatkan kita atau sebaliknya semakin menjauhkan dari cita-cita berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang majemuk, tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika), berkarakter toleransi, menerima perbedaan, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia seturut dengan cita-cita Proklamasi dan Pendiri Bangsa.

Presiden selaku Kepala Negara hendaknya tidaklah tinggal diam atas Putusan MA yang bersifat 'legal formalistis' dan berpotensi mengabaikan nilai-nilai fundamental yang ada dalam Pancasila.

DPP GPP mendesak Pemerintah bersama DPR secepatnya membuat Undang-Undang yang memberikan kekuasaan kepada Pemerintah Pusat untuk dapat mengambil tindakan kepada setiap penyimpangan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri dari tingkat dasar hingga menengah agar keluhuran dan kearifan Pancasila, keharmonisan masyarakat, bangsa, serta eksistensi dan kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga.