Warung Dukun
Jumat, 13 Juni 2025
Ada Demo Usung Poster Bersihkan Penjahat Kelamin, Siapa Penjahat Kelamin di Dinas Pendidikan Jawa Timur?
Kamis, 05 Juni 2025
Diharap Adanya Klarifikasi Atas Dugaan Perselingkuhan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur dengan Istri Perwira TNI AL
Senin, 26 Mei 2025
Ditengah Isu Efisisensi, Wagub Jatim Bersama Istri dan Dirut PT SIER Pelesir di Jepang
Selasa, 13 Mei 2025
SPBU Pertamina di Surabaya Yang Tidak Mau Bayar Pajak Seharusnya Dicabut Ijinnya dan Bisa Dipidana
1.Walikota Surabaya
2. Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus
3.Instansi Terkait
Dengan Hormat,
Akhir-akhir ini, banyak SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) Pertamina di wilayah administrasi kota Surabaya ditandai X besar dengan tulisan tidak membayar pajak dan retribusi daerah.
Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, SPBU yang dipasangi tanda silang tersebut adalah perusahaan nakal tidak membayar pajak daerah.
Fenomena ini tentu saja menimbulkan tanda Tanya dan persepsi lain masyarakat, bagaimana bisa SPBU Pertamina yang membawa nama besar BUMN bisa tidak patuh membayar pajak dan retribusi daerah?
Sedangkan SPBU yang lain seperti Shell, Vivo Energy, BP-AKR dll tidak ada yang dipasangi tanda silang seperti itu, hal ini tentu saja menjadi bahan pertimbangan kami bahwa SPBU swasta tersebut lebih tertib membayar pajak dan restribusi daerah.
Sanksi keras bagi SPBU yang nakal, terutama yang tidak membayar pajak dan retribusi daerah, bisa dijatuhkan berdasarkan aturan perpajakan dan peraturan daerah.
Berikut ini adalah bentuk sanksi yang bisa diterapkan menurut kerangka hukum di Indonesia:
Sanksi Administratif (Menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sanksi administrative meliputi:
1.Denda
SPBU bisa dikenai denda atas keterlambatan atau ketidakpatuhan membayar pajak daerah
-Bunga/Denda Keterlambatan
Dikenakan bunga 2% per bulan atas keterlambatan pembayaran pajak, maksimal selama 24 bulan.
-Surat Teguran dan Surat Paksa
Jika SPBU tidak juga membayar, maka akan diterbitkan surat teguran, dan setelah batas waktu tertentu, dilanjutkan dengan Surat Paksa sebagaimana diatur dalam UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU No. 19 Tahun 2000).
2.Sanksi Penutupan/Pencabutan Izin Operasional
Jika SPBU tidak memenuhi kewajiban membayar retribusi daerah atau pajak, pemerintah daerah dapat:
-Membekukan sementara izin usaha.
-Mencabut izin usaha secara permanen, jika telah diberi peringatan namun tetap melanggar.
-Menyegel lokasi usaha, yang biasanya dilakukan oleh Satpol PP atas perintahPemda.
3.SanksiPidana (Jika Ada Unsur Kesengajaan atau Pemalsuan Data)
-Jika terbukti ada niat jahat (mens rea) atau tindakan pemalsuan dokumen pajak, maka bisa dijerat dengan:
Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):
Ancaman pidana 6 bulan hingga 6 tahun penjara dan/atau denda 2 hingga 4 kali jumlah pajak yang tidak dibayar.
Penegakan pidana dilakukan melalui proses hukum oleh Kejaksaan Tinggi dengan mempertimbangkan kemampuan wajib pajak dan dampak pelanggaran.
Beberapa daerah di Indonesia pernah menutup SPBU yang tidak membayar retribusi atau menunggak pajak, misalnya:
Pemda memberikan peringatan tertulis 3 kali, lalu menyegel SPBU yang tetap tidak membayar.
Ada juga SPBU yang dikenai denda ratusan juta rupiah karena tidak menyetorkan PBBKB sesuai volume penjualan BBM.
Sanksi terhadap SPBU nakal bisa sangat keras, mulai dari denda dan bunga, pencabutan izin,hingga pidana penjara jika unsur pidana terpenuhi.
Ini penting sebagai bentuk penegakan hukum agar semua pelaku usaha tunduk pada kewajiban fiskal dan tidak merugikan pendapatan daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksanaannya, SPBU Pertamina di Surabaya yang tidak membayar pajak dan retribusi daerah dapat dikenai sanksi administratif.
Jika SPBU tidak membayar pajak atau retribusi tepat waktu atau kurang bayar, maka akandikenakan sanksi administrative berupa bunga sebesar 1% (satupersen) per bulan hingga 2,2%(dua koma dua) tergantung jenis pelanggaran, bunga ini di tagih dari melalui Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran hingga tanggal pembayaran, untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
Maka dalam hal ini kami juga sangat menyayangkan statement dari pihak Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus yang disampaikan kebeberapa media massa yang salah satu pointnya adalah bahwa "Pertamina Patra NiagaJatimbalinus bersama Hiswana Migas khususnya DPC Surabaya sebagai wadah yang menaungi telah mendorong agar terjalinnya komunikasi antara pihak SPBU dengan Pemerintah Kota Surabaya terkait agar dapat mencapai kesepakatan bersama untuk solusi terbaik.
Menurut kami pernyataan seperti ini hanya pernyataan mencari aman, lepas tangan dan tidak mengambil tindakan yang tegas serta tidak memberi solusi konkret.
Jika Pertamina bersikap hanya mendorong SPBU Pertamina menjalin komunikasi yang baik dengan pemkot Surabaya agar dapat mencapai kesepakatan bersama, sama saja Pertamina malah mendorong SPBU Pertamina tidak perlu membayar pajak daerah atau mendorong negoisasi dan mengabaikan fakta di lapangan bahwa ada pajak dan restribusi daerah yang belum dibayarkan oleh SPBU Pertamina.
Menurut kami, yang namanya pajak untuk meningkatkan pendapatan daerah dan Negara wajib dibayarkan, seharusnya pihak Pertamina mendorong agar SPBU Pertamina segera membayarkan pajak daerah tersebut ke pemkot Surabaya.
Jika SPBU Pertamina tetap tidak mau membayar pajak dan retribusi daerah, seharusnya Pertamina mengambil tindakan tegas pada SPBU tersebut.
JIka SPBU Pertamina tetap tidak mau membayar pajak, Kami mendesak Pemkot Surabaya, agar melakukan Pencabutan Izin opersional hingga penyegelan usaha tersebut.
Apalagi jika informasi yang beredar yang kami dapatkan benar adanya bahwa diantara banyak SPBU Pertamina yang diberi tanda silang tersebut banyak yang tidak membayar pajak selama bertahun-tahun.
Jika pihak Pertamina tidak segera mendorong SPBU Pertamina agar membayar pajak dan restribusi daerah dan pihak Pemkot Surabaya tidak segera Mencabut izin usah aoperasional dan menyegelnya, maka bisa saja hal ini menimbulkan polemik dan dugaan kecurigaan masyarakat, "Ada apa antara Pertamina, SPBU Pertamina dan Pemkot Surabaya??"
Hal ini tentunya saja bisa menimbulkan persepsi opini, dugaan, tuduhan negative masyarakat seperti misalnya ada penyelesaian perkara di bawah meja (undertable), ada kong kali kong antar oknum satu dengan oknum lainya, gratifikasi dugaan negative lainnya.
Demikian saran dari kami, atas ucapkan terima kasih.
RRI - RANGGAH RAJASA INDONESIA
Ketua Umum
Eko Muhammad Ridwan
HP/WA: 087770128047
Kamis, 18 April 2024
Ribut Dukung Untari Untuk Gubernur Jatim, Bersama Khofifah atau Maju Sendiri
Jumat, 14 Juli 2023
Polda Jatim Usut Dugaan Korupsi Dana Pendidikan Bondowoso Jawa Timur
Rabu, 24 Agustus 2022
La Nyalla Jabarkan Dampak Dari Dirubahnya UUD 1945 Pada Kuliah Umum USU
Karena secara fundamental ada beberapa hal yang terjadi dalam proses Penggantian UUD yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 tersebut.
"Konstitusi baru tersebut telah dikaji dan diteliti oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada dengan peneliti di antaranya Profesor Kaelan dan Profesor Sofian Effendi. Dan ditemukan bahwa perubahan yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 itu bukanlah Amandemen Konstitusi. Tetapi penggantian Konstitusi," tutur LaNyalla.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat memberi Kuliah Umum bertema Rekonstruksi Terhadap Kewenangan Istimewa Lembaga Legislatif di Indonesia Melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang digelar Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Rabu (24/8/2022).
Menurut LaNyalla, berdasarkan penelitian itu Profesor Kaelan tidak sependapat bila Konstitusi baru itu tetap disebut sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Seharusnya konsitusi baru itu disebut sebagai Undang-Undang Dasar 2002.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, secara fundamental ada beberapa hal yang terjadi dalam proses Penggantian UUD yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 tersebut.
"Yang pertama adalah Pembubaran Negara Proklamasi. Karena berdasarkan analisis fungsi dan tujuan konstitusi, penggantian UUD 1945 dengan UUD 2002 merupakan suatu penggantian norma fundamental negara," ujarnya.
Selanjutnya LaNyalla menjelaskan, pada hakikatnya Pemberlakuan UUD 2002 sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
"UUD 2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 1945 Alinea IV. Namun pasal-pasal UUD 2002 adalah penjabaran dari ideologi lain, yaitu Liberalisme-Individualisme. Karena logika dari pasal-pasal yang ada sudah tidak konsisten dan tidak koheren dengan basis filosofi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945," paparnya.
Yang kedua adalah Penghilangan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi. Dijelaskan LaNyalla, identitas suatu konstitusi adalah esensi dan substansi dari suatu konstitusi, sekaligus suatu ciri khas suatu konstitusi.
"Ciri dari Konstitusi yang berdasar Pancasila ada di Sila ke-Empat dan Sila ke-Tiga yang menjadi penjelmaan seluruh elemen rakyat di dalam Lembaga Tertinggi Negara. Karena peran MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang melaksanakan sekaligus penjelmaan kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan Republik Indonesia telah dibubarkan," jelasnya.
Dampak dirubahnya UUD 1945 adalah Merusak Kohesi Bangsa. Faktanya, UUD 2002 telah terbukti menjadi penyebab merenggangnya kohesi sosial akibat pemilihan presiden dan pilkada langsung.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, UUD 1945 dengan naskah asli pernah dipraktikkan oleh Orde Lama dan Orde Baru. Kedua rezim tersebut juga pernah melakukan praktek penyimpangan dari nilai UUD 1945.
LaNyalla menegaskan, nilai dari UUD 1945 asli merupakan pemikiran luhur para pendiri bangsa harus dikembalikan
Dalam acara tersebut, LaNyalla didampingi Senator asal Sumatera Utara, Dedi Iskandar Batubara, M. Nuh, Faisal Amri dan Senator asal Aceh Fachrul Razi. Selain itu hadir juga Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol.
Sementara dari tuan rumah, hadir Rektor USU, Dr. Muryanto Amir, Dekan FH USU, Dr. Mahmul Siregar, Ketua Ikatan Alumni FH USU, Hasrul Benny Harahap, Gubernur, PEMA FH USU, M Husni Baihaqi dan ratusan mahasiwa dan mahasiswi USU.(*)
Sefdin
www.lanyallacenter.id